Rabu, 07 Desember 2011

Sampah di Indonesia


Persampahan merupakan isu penting di lingkungan perkotaan yang terus menerus dihadapi sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas pembangunan. Peningkatan volume sampah yang bersifat eksponensial sekarang ini memang belum dibarengi dengan peningkatan aktifitas pemeliharaan lingkungan.
Diakui bahwa peningkatan eksponensial volume sampah masih diwacanakan sebatas bagaimana meningkatkan PAD Pemerintah Daerah dari retribusinya. Perkembangan populasi sampah akibat tuntutan tambahan kebutuhan hidup manusia bila tidak dibarengi kebijakan pengelolaan sampah yang baik sedini mungkin, cenderung akan mengancam kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ada, yang ditandai dengan adanya perubahan fenomena alam atau kerusakan fisik lingkungan yang pada gilirannya menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem dan mengancam kelangsungan hidup manusia itu sendiri.
     Pada kota-kota di Indonesia, persoalan sampah sekarang ini menjadi isyu penting bahkan menjadi fenomena sosial, mengapa ? karena begitu banyak PR sampah yang sesegera mungkin harus ditangani. Belajar dari kasus Bantar Gebang, Bojong, Leuwigajah dan beberapa kota lainnya, terindikasikan bahwa sampah yang tidak dikelola/ditangani dengan baik menjadi penyebab terjadinya pencemaran air, tanah, udara dan bahkan sampai timbul kerawanan sosial di tengah masyarakat.
Kemampuan Pemerintah Daerah dalam menangani sampah masih sangat terbatas. Secara Nasional, dari tahun 2000 sampai 2005, tingkat pelayanan baru mencapai 40 % dari volume sampah yang dihasilkan.Pertambahan penduduk yang disertai dengan tingginya arus urbanisasi ke perkotaan juga menyebabkan semakin tingginya volume sampah yang harus dikelola setiap hari. Hal tersebut bertambah sulit karena semakin besar beban yang harus ditangani.
Kota Ende dan Kota di Indonesia sebagai kota yang sedang membangun perlu memikirkan usaha penanganannya. Dengan pertumbuhan penduduk dan percepatan pembangunan sekarang ini, sangat memungkinkan terjadinya lonjakan limbah buangan rumah tangga, industri dllnya. Mampukah kita tangani secara instan bila persoalan itu akan muncul tiba-tiba ? Mampukah alam ini menjaga keseimbangan populasi sampah manusia ?
Untuk itulah bahwa, setiap kegiatan/aktifitas yang dilakukan di suatu lokasi atau lingkungan yang akan berdampak pada alam fisik maupun terhadap kehidupan manusia serta berbagai sumber daya di sekitarnya baik sumber daya alam, sumber daya buatan perlu diteliti dan dikaji agar dapat diketahui perkembangan/perubahannya secara dini dan dapat segera dilakukan upaya pengendalian, pengawasan, penanggulangan, bahkan pemulihan kembali lingkungan alam fisik.
Sampah Jakarta 600.000 Ton Sehari
     Aktivitas rumah tangga, pasar, dan lainnya di Provinsi DKI Jakarta merupakan penyumbang terbesar timbunan sampah seberat 600.000 ton setiap harinya.
Sampah sebanyaknya itu, menurut Korel, petugas penyuluh Dinas Kebersihan DKI Jakarta, persentasi sampah terbesar disumbang oleh rumah tangga, yaitu sebesar 52,97 persen, sementara pasar 4 persen, sekolah 5,32 persen, dan selebihnya perkantoran serta industri.
Di arena Pekan Raya Jakarta (PRJ), Korel mengatakan, sampah-sampah itu oleh petugas dikumpulkan dan diangkut ke tempat pembuangan sampah sementara hingga ke Tempat Pembuangan Akhir di Bantar Gebang, Jawa Barat (Jabar). Sebagian dari sampah juga diolah menjadi kompos oleh PT Godang Tua Jaya Farmasi. Dalam mengumpulkan sampah-sampah, Dinas Kebersihan DKI Jakarta mengerahkan 830 mobil yang disebar di daerah-daerah di provinsi itu. Selain mobil dari Dinas Kebersihan, sejumlah mobil swasta juga dikerahkan untuk membersihkan kota yang tengah merayakan HUT ke-482 ini. Bantuan mobil swasta itu sekitar 300 unit karena, dalam membersihkan sampah tersebut, Provinsi DKI Jakarta perlu bekerja sama dengan pihak lain. 
"Selain itu, Dinas Kebersihan setempat juga menyebarkan gerobak sampah ke semua kecamatan termasuk kelurahan di provinsi tersebut," ujarnya. Dinas Kebersihan DKI Jakarta mengharapkan masyarakat membuang sampah pada tempatnya agar kota itu semakin bersih dan indah serta nyaman.
Sampah Denpasar Sejuta Meter Kubik

Masyarakat Kota Denpasar dan sekitarnya memproduksi sampah sekitar 75.000 meter kubik setiap bulan atau hampir satu juta meter kubik setiap tahunnya. 

"Produksi sisa-sisa yang tidak berguna yang berasal dari rumah tangga, pasar, dan berbagai perusahaan lainnya setiap hari sekitar 2.500 meter kubik, hampir sama dengan masyarakat kota besar lainnya di Indonesia," kata Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Denpasar I Ketut Wisada, SE, MSi, di Denpasar, Minggu (24/5). 

Ia mengatakan, produksi sampah tersebut dua tahun terakhir mengalami peningkatan karena sebelumnya hanya sekitar 2.000 meter kubik. Peningkatan tersebut selain karena bertambahnya jumlah penduduk, juga karena masing-masing keluarga maupun pasar memproduksi sampah lebih banyak. 

Ketut Wisada menjelaskan, meskipun terjadinya peningkatan produksi sampah, tetapi sisa-sisa yang tidak berguna itu dapat diangkut seluruhnya hari itu juga ke tempat penampungan akhir (TPA) di kawasan Suwung, pinggiran Kota Denpasar. "Tidak ada istilah sampah membusuk di tempat karena ketidakmampuan petugas dalam mengangkut ke lokasi TPA," ujar Ketut Wisada. 

Menangani masalah kebersihan dan pertamanan di Kota Denpasar dan sekitarnya melibatkan 1.753 orang. Pembagian tugas diatur sedemikian rupa di masing-masing kawasan tertentu. 



Pengangkutan sampah, baik dari tempat penampungan sementara (TPS), maupun yang diangkut langsung dari pasar dan rumah tangga, tercatat melibatkan 38 angkutan truk. Masing-masing truk dengan didukung oleh dua atau tiga petugas kebersihan setiap hari minimal mengangkut empat kali sampah ke TPA. 

"Dengan demikian, total pengangkutan sampah setiap harinya minimal 150 kali. Upaya dan kerja keras serta kesadaran masyarakat akan kebersihan diharapkan mampu mewujudkan Kota Denpasar yang bersih dan sehat," demikian harapan Ketut Wisada.
Sampah Menggunung di TPU Tegal Alur
Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat, semakin kumuh. Betapa tidak, dari lahan TPU seluas 52 hektar, 15 hektar di antaranya diisi dengan sekitar 400 bangunan liar. Parahnya lagi, para penghuni juga menjadikan 150 meter persegi lahan TPU sebagai tempat pembuangan sampah. Akibatnya, bau menyengat menyebar di lokasi TPU Tegal Alur sehingga menjadi kumuh dan jorok.

Dari pantauan, Minggu (7/6) kemarin, tumpukan sampah di lokasi tersebut mencapai dua meter. Puluhan warga di permukiman liar yang sebagian besar berprofesi sebagai pemulung berlomba-lomba mengais botol plastik, kardus, dan barang rongsokan lainnya. Bahkan, mereka sama sekali tak terganggu dengan bau menyengat dan kerumunan lalat.

Tumpukan sampah tersebut tepatnya berada di belakang Kantor TPU Tegal Alur dan terpisah dengan lokasi permukiman warga. Hanya saja, tembok pembatas antara lahan TPU dan permukiman warga tersebut dijebol. Akibatnya, warga yang tinggal di belakang TPU Tegal Alur bisa keluar-masuk membuang sampah. "Warga membuang sampah di lokasi itu setiap hari," kata Sanan, tenaga bantu di Kantor Pelayanan TPU Tegal Alur, Minggu (7/6).

Menurut Sanan, sejatinya pihak pengelola TPU Tegal Alur sudah melarang warga membuang sampah di lahan TPU. Hanya saja peringatan tersebut tidak pernah dihiraukan. Seolah-olah, terjadi kerja sama antara warga di permukiman liar dan warga setempat. "Pengelola TPU sudah pernah melarang agar warga jangan buang sampah di situ. Bahkan, plang yang bertuliskan dilarang buang sampah telah dipasangm, tapi tetap saja mereka bandel," ungkapnya.

Salah seorang pemulung di area TPU, Tarno (53), mengaku sudah bertahun-tahun tinggal di kawasan tersebut. Tumpukan sampah menjadi salah satu tempatnya mencari nafkah. Menurut Tarno, ada saja barang bekas yang dapat dijual dari hasil memulung tersebut. "Lumayan ada saja barang-barang kelontong yang bisa saya jual. Kalu pas sepi saya berjalan mengais sampah di perumahan warga," tutur bapak empat anak ini.

Terkait dengan rencana penertiban bangunan liar yang akan dilakukan Pemkot Jakbar, Tarno sedih karena dia tidak memiliki tempat tinggal lain, selain bilik sederhana yang menjadi rumahnya. "Mau ke mana Mas, di sini tempat tinggal saya satu-satunya," katanya.

Sementara itu, Lurah Tegal Alur Unadi Warto mengaku sudah mengetahui keberadaan tumpukan sampah di lahan TPU Tegal Alur tersebut. Dan pihaknya juga sudah berkali-kali mengimbau warga agar tidak membuang sampah di lokasi TPU. Sayangnya, imbauan itu sering tidak dihiraukan. Perilaku warga ini dipicu dengan banyaknya pemulung yang tinggal di kawasan tersebut.

Karenanya, jika tumpukan sampah diangkut tanpa terlebih dahulu menertibkan permukiman liar, maka akan sia-sia saja. Namun, sesuai dengan komitmen Pemkot Jakbar, penertiban baru akan dilakukan setelah pemilihan presiden. "Jadi kita akan lakukan pengangkutan sampah itu berbarengan dengan pembersihan puing-puing saat penertiban nanti. Soalnya, kalau kita lakukan pengangkutan sampah sekarang percuma saja, warga juga tidak pernah menghiraukan imbauan dari kelurahan," katanya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar